Penyelenggara Pemilu Ancam Saksi, MK Minta 147 TPS di Kaltim Hitung Ulang Hasil Pileg DPR

Penyelenggara Pemilu Ancam Saksi, MK Minta 147 TPS di Kaltim Hitung Ulang Hasil Pileg DPR

Jakarta, PolitikKaltim.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU melakukan penghitungan suara ulang di 145 TPS di Kota Balikpapan dan 2 TPS di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, imbas peristiwa pengancaman terhadap saksi yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu panitia pemilihan kecamatan (PPK).

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan perkara 219-01-14-23/PHPU.DPR-DPRD-XXI|/2024, Senin (10/6/2024).

“Menyatakan hasil perolehan suara partai politik dan calon anggota DPR RI sepanjang daerah pemilihan Kalimantan Timur harus dilakukan penghitungan ulang surat suara,” sambungnya.

Mengutip dari kompas.com, Hasil pendalaman majelis hakim, ancaman itu berupa desakan dari PPK agar saksi menandatangani hasil perolehan suara di sejumlah TPS.

“Bentuk ancaman, misalnya di tingkat PPK, jikalau saksi tidak menandatangani formulir, tidak akan diberikan Lampiran Formulir D.Hasil sebagai bahan saksi partai politik untuk mengajukan keberatan,

” kata hakim konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangan putusan. “Dalam persidangan, perihal ancaman tersebut tidak dibantah secara tegas oleh Termohon (KPU),” ujarnya

MK mengutip putusan Bawaslu yang memberikan sanksi kepada 9 PPK akibat terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pelanggaran administrasi dalam rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di kecamatan.

Putusan itu meyakinkan majelis hakim bahwa memang terjadi problem saat rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pileg DPR RI 2024 pada TPS-TPS di Kaltim.

“Fakta tersebut sekaligus menimbulkan keraguan perihal kebenaran perolehan suara pada masing-masing TPS dimaksud,

”sambungnya. Dalam perkara ini, Partai Demokrat mengaku suara mereka berkurang 185 sedangkan terjadi penambahan 364 suara PAN di sejumlah TPS di sana.

Alhasil, Mahkamah melakukan uji petik dan menemukan adanya inkonsistensi perolehan suara Demokrat dan PAN.

Arsul Sani mengatakan, inkonsistensi itu menyebabkan banyak terjadi selisih atau koreksi perolehan suara yang tidak dapat dijelaskan oleh KPU.

“Dalam hal perubahan perolehan suara tersebut terjadi karena koreksi atau pembetulan yang dilakukan secara berjenjang, hal tersebut harus dapat dibuktikan telah dilakukan sesuai dengan proses yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan,” ujar eks politikus PPP itu. (*)