Oleh: Akhmad Suyono, Universitas Islam Riau.
Demokrasi dalam Perekonomian Pemahaman Bung Hatta tentang istilah kedaulatan rakyat dan demokrasi bukanlah demokrasi yang dipraktikkan di negara-negara Barat. Hatta menganalisis apakah revolusi Prancis
tahun 1789 yang dikenal sebagai sumber demokrasi Barat belum mewujudkan trilogy la Liberte, I’ Egalite et la Fratrenite (kebebasan, persamaan da persaudaraan) yang menjadi semboyannya. Menurutnya, revolusi Prancis dimulai sebagai revolusi individu untuk membebaskan rakyat dari belenggu sistem feodal yang mengutamakan kemerdekaan rakyat.
Menyadari hal tersebut, masyarakat tidak lupa untuk bersatu dalam kesetaraan dan persaudaraan. Namun, hanya karena Hatta menolak demokrasi ala Barat, bukan berarti ia menerima Uni Soviet, negara komunis yang disebut ‘Demokrasi Rakyat’. Dalam masyarakat desa adat Indonesia, tanah adalah milik desa, bukan milik rakyat. Seseorang dapat memanfaatkan tanah kosong itu sebaik-baiknya untuk kebutuhan keluarganya, tetapi ia tidak dapat menjualnya. Saat itu, tanah itu milik masyarakat, bukan milik rakyat. Tinjauan saya tentang demokrasi ekonomi untuk menciptakan keadilan sosial tidak diragukan lagi telah mempengaruhi pemikiran ekonomi Hatta baik dalam pemikiran ekonomi makro maupun mikro.
Ekonomi Rakyat untuk Mohammad Hatta “Ekonomi rakyat terancam,” tulis Mohammad Hatta, salah satu pendiri Republik Indonesia. Artikel ini menjadi dasar bagi konsep ekonomi kerakyatan sebagai penyeimbang untuk mengatasi sistem ekonomi kolonial Belanda yang didukung oleh golongan bangsawan dalam sistem feodal dalam negeri dan beberapa partai politik sipil asing yang menentang partai kolonial Belanda. Upaya untuk menghapus sistem kolonial ini menjadi tujuan utama sistem ini. Koperasi adalah kata majemuk dari ‘ko’ yang berarti bersama dan ‘operation’ yang berarti bekerja. Jadi koperasi adalah bekerja sama. Perkumpulan yang disebut koperasi adalah koperasi untuk mencapai tujuannya. Tidak ada anggota dalam koperasi yang bekerja sama secara penuh untuk mencapai tujuan bersama. Koperasi menumbuhkan demokrasi yang berakar pada hidup dengan rasa
tanggung jawab untuk kehidupan yang demokratis.
Sesuai dengan prinsip kolektivisme ini, manajer tidak menerima pendapatan dalam koperasi. Hanya karyawan penuh waktu yang menerima penghasilan harian. Dia (manajemen koperasi) hanya menerima biaya perjalanan dan hukum yang dibebankan ketika dia muncul di pengadilan. Di sisi lain, masa percobaan hanya dapat digunakan seminggu sekali selama 2 minggu, dan dapat ditangguhkan jika terjadi keadaan darurat. Dengan kebijakan kolektivis, Hatta berpendapat bahwa koperasi merupakan bentuk ideal bagi pembangunan. Bagi Hutta, perkembangan koperasi tidak dimulai dari profesor, dokter, orang kaya, dan orang pintar lainnya yang sudah memiliki kebijakan hidup bahagia untuk dirinya dan keluarganya.
Bagi Hatta, perkembangan koperasi dimulai dari buruh miskin, petani miskin, dan pengrajin miskin. Mereka terpesona dengan cita-cita koperasi yang digambarkan oleh orang-orang pintar yang ingin membawa kemakmuran, tetapi memahami bahwa jika perkembangan koperasi tidak diharapkan, perkembangan koperasi akan menjadi hasil dari orang-orang kaya dan dermawan. Rivewnya, jika koperasi adalah tujuan utama untuk mengatur kebutuhan hidup bersama sejauh mungkin, dan untuk memperbaiki nasib ekonomi lemah melalui kerjasama. Dalam menjelaskan tujuan koperasi, Hatta membandingkan tusuk sate, sejenis tusuk sate antar orang. Ibarat tusuk sate itu mudah patah saat di letakkan sendiri. Tetapi ketika banyak dan diikat begitu kuat, itu adalah ikatan kokoh, sehingga sulit untuk memutuskannya. Berbeda dengan korporasi biasa yang mencari laba, koperasi tidak mencari keuntungan seperti korporasi. Koperasi pada akhirnya menghasilkan laba, tetapi laba itu bukanlah tujuan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bentuk koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan rakyat kecil. Mendapatkan kebutuhan hidup dengan biaya minimal, tujuan seperti itu bukanlah keuntungan.
Editior: Tim Kreatif Media Politik Kaltim