PolitikKaltim.com – Seorang warga desa Mariam Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara sekaligus Ketua Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Kukar merasa kaget KTP-nya dicatut untuk syarat dukung Paslon independen AYL-AZA di Pilkada 2024.
“Jadi ketahuannya itu saat saya coba cek di website KPU kemarin, tiba tiba nama saya ada sebagai pendukung bacalon tersebut. Padahal saya pribadi tidak merasa jadi pendukung,”kata ketua SEMMI , saat dihubungi wartawan media politik kaltim, Senin (24/6/2024) sore tadi.
Hasran menyebut pencatutan KTP itu diduga dilakukan oleh tim Paslon AYL-AZA. Dalam hal ini dia segera melaporkan kepada Kapolres dan Bawaslu Kutai Kartanegara, agar segera diproses secara hukum yang berlaku.
“Saya sudah lapor juga di PPS tempat saya. Jawaban dari teman teman PPS meminta nanti pada saat petugas verifikasi mendata, ditanggapin atau di isi aja dengan tidak mendukung dan hasilnya membuat surat pernyataan tidak mendukung AYL-AZA untuk pencalonan Bupati dan Wakil Bupati,” ucap Hasran.
Untuk meyakinkan kembali namanya tercatat di website KPU sebagai pendukung Paslon, Hasran ingin memastikan akan langsung datangi kantor KPU Kukar untuk mempertanyakan “apakah bener ada KTP saya sebagai pendukung atau mereka salah input,”tuturnya.
Ketua SEMMI menyampaikan, pihaknya akan menggelar aksi damai di depan kantor KPU dan Polres Kukar dalam bentuk dari keadilan. “Kami menginginkan pemilu yang adil, jujur dan Keterbukaan secara publik,”tegas Hasran. (El)
Mengutip dari media sintesanews.id. Sementara itu, pengamat hukum dan akademisi dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), La Ode Ali Imran, mengingatkan mengenai potensi pelanggaran hukum dalam proses verifikasi administrasi dan faktual oleh KPU Kukar terhadap pasangan calon perseorangan dalam Pilkada 2024.
La Ode menekankan pentingnya kejujuran dan ketelitian penyelenggara pemilu dalam mencantumkan data pendukung untuk mencegah pelanggaran hukum.
La Ode menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, terdapat pasal-pasal yang secara tegas mengatur ketentuan terkait pemalsuan data atau penggunaan dokumen palsu.
“Pasal 179, 181, 185, dan 185a jelas mengatur ketentuan terkait dengan pemalsuan data atau surat,” ujarnya, Jumat (21/6/2024).
Ia menambahkan bahwa pelanggaran ini bisa terdeteksi tidak hanya saat verifikasi faktual, tetapi juga sejak tahap verifikasi administrasi.
Menurut La Ode, verifikasi administrasi seharusnya sudah mencerminkan keabsahan data pendukung, termasuk KTP dan surat pernyataan dukungan.
“Dokumen ini kan sudah dibuat dan digunakan, dan ketika dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) pada tahap verifikasi administrasi, artinya dokumen itu sudah berfungsi untuk pasangan calon,” jelasnya.
Namun, ia mencatat bahwa potensi pemalsuan baru akan terungkap jika ada pengaduan dari pemilik KTP yang merasa datanya disalahgunakan.
La Ode juga menyoroti peran Bawaslu Kukar sebagai pengawas pemilu.
Ia mengingatkan bahwa pengawas harus teliti dalam menjalankan tugasnya, terutama saat mendampingi petugas dalam melaksanakan verifikasi faktual.
“Pada tahap verifikasi faktual, ketajaman pengawas diuji ketika misalnya mereka menemukan pendukung yang mengaku tidak pernah memberikan dukungan meski datanya tercantum,” katanya.
Hal ini bisa menjadi dasar untuk menindaklanjuti dugaan pemalsuan data. Lebih lanjut, La Ode menyatakan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam melaporkan dugaan pelanggaran.
“Masyarakat bisa melapor ke Bawaslu melalui Panwascam dan PKD. Sekarang melapor sudah tidak sulit karena perangkatnya sudah lengkap,” tegasnya.
Ia mendorong masyarakat untuk memanfaatkan berbagai media, termasuk media sosial dan website pengawas pemilu, untuk melaporkan jika ada data mereka yang disalahgunakan.
Menurut La Ode, jika banyak masyarakat melaporkan penggunaan data dukungan tanpa sepengetahuan, hal ini tidak hanya mempengaruhi pencalonan tetapi juga bisa berujung pada pidana bagi pasangan calon.
“Jika terbukti melakukan pelanggaran, mereka bisa diancam pidana minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan. Ini artinya mereka bisa gugur dari pencalonan,” katanya.
Dengan proses verifikasi faktual yang sedang berlangsung, La Ode menekankan bahwa ketajaman pengawasan sangat krusial untuk memastikan keabsahan data pendukung.
“Verifikasi faktual ini kembali menguji ketajaman pengawas pemilu dalam mendeteksi dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran,” tutupnya.
Penulis: El Niken
Editor: Aspin Anwar