Oleh: Ajib Hamdani
Pada Hari Senin, tanggal 22 April 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai oleh Suhartoyo membacakan sidang Putusan No. 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang dalam kesimpulannya menolak seluruh permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Ini menjadi babak akhir setelah MK melakukan persidangan secara marathon selama 14 (empat belas) hari kerja.
Hasil yang cukup positif untuk investasi dan dunia usaha. Karena, secara prinsip ada 2 (dua) hal yang menjadi pertimbangan keputusan stakeholder ekonomi. Pertama adalah kepastian. Hal ini terkait dengan resiko.
Keputusan MK ini cenderung diterima oleh sebagian masyarakat dan relatif tidak menimbulkan gejolak politik maupun sosial. Stabilitas seperti inilah yang memberikan insentif positif karena tingkat resiko menjadi kecil, sehingga sisi kepastian investasi dan ekonomi menjadi lebih terukur.
Pertimbangan kedua, adalah faktor imbal hasil, atau tingkat keuntungan. Dalam konteks ini, Ekonomi Indonesia “menawarkan” potensi yang berlimpah. Mulai dari sumber daya alam, komoditas unggulan, sampai dengan local domestic demand yang mencapai 280 juta penduduk.
Dan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sementara secara signifikan ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Artinya, peningkatan nilai tambah, manufakturing dan investasi masih mempunyai porsi dan potensi yang besar untuk memperbesar dalam rasio PDB ini. Ketika kepastian dan tingkat imbal hasil bisa optimal, perekonomian akan tereskalasi lebih maksimal.
Keputusan MK ini menjadi angin segar bagi perekonomian nasional. Secara paralel, kondisi geopolitik dan kebijakan ekonomi global sedang tidak mendukung. Konflik antara Iran-Israel yang terus memanas, tidak bisa diprediksikan kapan bisa mereda.
Kebijakan moneter global yang dipicu tingginya tingkat suku bunga acuan The Fed juga memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Yang diharapkan selanjutnya, kondisi positif nasional ini memberikan multiplier effect lebih kuat dibandingkan kontradiksi global yang sedang terjadi.
Indikator ekonomi makro yang menjadi alat ukur peningkatan kesejahteraan masyarakat tercermin dalam pertumbuhan ekonomi. Satu sisi positif, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tumbuh agresif pasca pandemi.
Tetapi, yang menjadi persoalan adalah tren yang sedang menurun. Sepanjang tahun 2022, pertumbuhan ekonomi secara agregat mencapai 5,31%, sedangkan tahun 2023 menurun menjadi 5,05%.
Target pertumbuhan ekomoni Tahun 2024 sebesar 5,2% tentunya membutuhkan dukungan stabilitas politik dan sosial yang menjadi prasyarat mendasar investasi dan keyakinan pasar.
Apalagi kemudian kalau kita mencermati dan mengkritisi program-program ke depan, yang diusung oleh pasangan Prabowo dan Gibran yang tertuang dalam Asta Cita, termasuk didalamnya terus mendorong hilirisasi, tentu ini membutuhkan arus investasi yang besar.
Dan program lainnya tentang peningkatan lapangan kerja, ini tentunya membutuhkan kualitas investasi yang lebih mampu menyerap tenaga kerja.
Karena data selama 4 (empat) terakhir, dari tahun 2019 sampai tahun 2023 investasi selalu mencapai target, tetapi penyerapan tenaga kerja tidak mencapai target. Keputusan MK ini juga menjadi variabel pendorong arus investasi yang besar dan berkualitas.
Dengan mencermati beberapa indikator ekonomi tersebut, secara umum keputusan Mahkamah Konstitusi memberikan insentif positif terhadap penguatan ekonomi nasional.
Penulis: Ajib Hamdani (Analis Kebijakan Ekonomi APINDO)
Jakarta, 22 April 2024. (Hak Cipta)
Editor: tim kreatif media politik kaltim