Ketegangan baru kembali mencuat di Suriah setelah pemberontak melancarkan serangan besar terhadap pasukan rezim Bashar al-Assad di Aleppo barat. Serangan ini, yang dilaporkan menjadi salah satu eskalasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir, berhasil merebut sejumlah wilayah strategis yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan pemerintah.
Pada Rabu (29/11), kelompok oposisi mengumumkan operasi militer bertajuk “Deterrence of Aggression.” Menurut laporan dari CNN World, serangan ini disebut sebagai respons langsung terhadap penembakan artileri yang dilakukan rezim Assad di wilayah pemberontak. Dalam operasi ini, pemberontak mengklaim telah merebut 13 desa, termasuk kota penting Urm Al-Sughra dan Anjara, serta Pangkalan 46, salah satu basis militer terbesar rezim di kawasan tersebut.
Pihak oposisi menyatakan bahwa setidaknya 37 personel militer rezim dan milisi sekutunya tewas dalam serangan tersebut. Selain itu, mereka juga melaporkan keberhasilan dalam menghancurkan sebuah helikopter di Bandara Al-Nayrab, Aleppo timur, melalui serangan presisi. Namun, CNN World menekankan bahwa angka-angka ini belum dapat diverifikasi secara independen.
Serangan ini menandai bentrokan besar pertama sejak gencatan senjata yang dimediasi Rusia dan Turki pada Maret 2020. Meskipun gencatan senjata berhasil meredam konflik dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan tetap berlangsung di sejumlah wilayah Suriah.
Video yang beredar di media sosial menunjukkan asap tebal membumbung di wilayah pedesaan Aleppo barat, dengan pasukan pemberontak terlihat bergerak di sejumlah desa yang direbut. Salah satu video memperlihatkan seorang pejuang merayakan kemenangan di desa Anjara, sembari menyatakan bahwa desa tersebut kini telah bebas dari kendali rezim.
Sementara itu, ketakutan juga melanda warga sipil di wilayah yang dikuasai pemerintah. Penduduk di New Aleppo, salah satu kawasan elit di kota tersebut, dilaporkan mulai mengungsi ke wilayah yang lebih aman.
Menurut data yang dilaporkan oleh CNN World, perang sipil Suriah yang telah berlangsung sejak 2011 telah menewaskan lebih dari 300.000 warga sipil dan menyebabkan jutaan orang mengungsi, menambah luka mendalam yang masih jauh dari kata pulih. (RD02)