Nurul Arifin: Tidak Ada Niat Membungkam Kebebasan Pers Di Indonesia Melalui Revisi Undang-Undang

Nurul Arifin: Tidak Ada Niat Membungkam Kebebasan Pers Di Indonesia Melalui Revisi Undang-Undang

Nasional, PolitikKaltim.com – Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran DPR RI, Nurul Arifin mengatakan, tidak ada niat membungkam kebebasan pers di Indonesia melalui revisi undang-undang tersebut.

“Tidak ada tendensi untuk membungkam pers dengan RUU Penyiaran ini,” kata Nurul Arifin dikutip dari Antaranews, Rabu (15/5/2024).

Dia mengungkapkan, proses revisi tersebut masih berjalan dan belum final. Sehingga, masih dimungkinkan untuk terjadi perubahan.

Hal itu menjawab sejumlah pasal yang mendapat kritik dalam draf RUU Penyiaran karena diduga bisa mengancam kebebasan pers.

“RUU yang beredar bukan produk yang final, sehingga masih sangat dimungkinkan untuk terjadinya perubahan norma dalam RUU Penyiaran,” ujar Nurul.

Bahkan, dia menyebut, Komisi I DPR RI terus membuka diri terhadap masukan seluruh lapisan masyarakat terkait RUU Penyiaran.

Pasalnya, RUU masih akan diharmonisasi di Badan Legislasi DPR RI. Lebih lanjut, Nurul Arifin menjelaskan bahwa RUU Penyiaran ini adalah perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,

yang sebetulnya sudah digulirkan sejak tahun 2012. Namun seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, dia mengatakan, diperlukan penguatan regulasi penyiaran digital, khususnya layanan Over The Top (OTT) dan User Generated Content (UGC).

“Jadi secara substansi kita memang membutuhkan revisi UU Penyiaran ini,” kata Nurul Arifin. Dia juga mengungkapkan, terdapat beberapa pokok yang diatur pada RUU Penyiaran,

seperti pengaturan penyiaran dengan teknologi digital dan penyelenggaraan platform digital penyiaran, perluasan wewenang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), hingga penegasan migrasi analog ke digital atau analog switch-off.

Sebelumnya, RUU Penyiaran dianggap bisa mengancam kebebasan pers karena didalamnya mengatur pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Pelarangan itu ada di dalam Pasal 50B ayat (2) draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024. Kemudian, pada Pasal 50B ayat (3) diatur mengenai sanksi apabila melanggar aturan pada ayat (2) tersebut,

mulai dari teguran tertulis, pemindahan jam tayang, pengurangan durasi isi siaran dan konten bermasalah, penghentian sementara siaran, denda,

hingga rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Tak hanya itu, pada Pasal 50B ayat (4) disebutkan bahwa pengisi siaran juga bisa dikenakan sanksi berupa teguran dan/atau pelarangan tampil. (*)

 

Sumber: Kompas.com, Antaranews